Kamis, 10 Juni 2010

BAHAGIAKAN PASANGAN

Salah satu kebahagiaan adalah ketika melihat orang yang kita cintai bahagia.
Kebahagiaan jenis ini levelnya lebih tinggi dari kebahagiaan yang bersifat
individual. Boleh jadi, ini masuk dalam kategori kebahagiaan sosial.

Tidak gampang untuk memperoleh kebahagiaan jenis ini. Apalagi bagi mereka
yang bersifat egois. Semua kebahagiaannya diukur dari kebahagiaan diri
sendiri. Orang yang demikian adalah tipikal 'pemburu kebahagiaan'

, yang justru tidak pernah menemukan kebahagiaan...

Berumah tangga adalah sebuah cara untuk memperoleh kebahagiaan, dengan cara
membahagiakan pasangan kita. Partner kita. Istri atau suami. Bisakah itu
terjadi? Bisa, ketika berumah tangga dengan berbekal cinta. Bukan sekadar
berburu cinta. Lho, memang apa bedanya?

Berbekal cinta, berarti kita mencintai pasangan kita. Ingin memberikan
sesuatu kepada pasangan agar ia merasa bahagia. Sedangkan berburu cinta,
berarti kita menginginkan untuk dicintai. Menginginkan sesuatu dari pasangan
kita, sehingga kita merasa bahagia.

Menurut anda, manakah yang lebih baik? Mengejar cinta atau memberikan cinta?
Mengejar kebahagiaan ataukah memberikan kebahagiaan? Mengejar kepuasan
ataukah justru memberikan kepuasan? Mana yang bakal membahagiakan, yang
pertama ataukah yang ke dua?
Ternyata, yang ke dua. Mengejar cinta hanya akan mendorong anda untuk
berburu sesuatu yang semu belaka. Yang tidak pernah anda raih. Karena,
keinginan adalah sesuatu yang tidak pernah ada habisnya. Apalagi
keserakahan.

Hari ini Anda merasa memperoleh cinta dari pasangan Anda, maka berikutnya
anda akan merasa tidak puas. Dan ingin memperoleh yang lebih dari itu. Sudah
memperoleh lagi, berikutnya anda akan ingin lebih lagi.

Ini hampir tak ada bedanya dengan ingin mengejar kesenangan dengan cara
memiliki mobil atau rumah. Ketika kita masih miskin, kita mengira akan
senang memiliki mobil berharga puluhan juta rupiah. Kita berusaha
mengejarnya. Lantas memperolehnya. Dan kita memang senang.

Tapi, tak berapa lama kemudian, kita menginginkan untuk memiliki mobil yang
berharga ratusan juta rupiah. Mobil yang telah kita miliki itu tidak lagi
menyenangkan, atau apalagi membahagiakan.

Benak kita terus menerus terisi oleh bayangan betapa senangnya memiliki
mobil berharga ratusan juta rupiah. Jika kemudian kita bisa memenuhi
keinginan itu, kita pun merasa senang. Tetapi, ternyata itu tidak lama.
Benak kita bakal segera terisi oleh bayangan-bayangan, betapa senangnya
memiliki mobil yang berharga miliaran rupiah. Begitulah seterusnya. Coba
rasakan hal ini dalam kehidupan anda, maka anda akan merasakan dan
membenarkannya.

Kesenangan dan kebahagiaan itu bukan anda peroleh dengan cara mengejarnya,
melainkan dengan cara merasakan apa yang sudah anda miliki. Dan jika anda
mensyukurinya, maka kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya pada
perubahan yang datang berikutnya.

Anda tak perlu mengejar kebahagiaan, karena anda sudah menggenggamnya. Yang
perlu anda lakukan sebenarnya adalah memberikan perhatian kepada apa yang
sudah anda miliki. Bukan melihat dan mengejar sesuatu yang belum anda
punyai. Semakin anda memberikan perhatian kepada apa yang telah anda miliki,
maka semakin terasa nikmatnya memiliki. Jadi, kuncinya bukan mengejar,
melainkan memberi.

Demikian pula dalam berumah tangga. Jika kita ingin memperoleh kebahagiaan,
caranya bukan dengan mengejar kebahagiaan itu. Melainkan dengan memberikan
kebahagiaan kepada pasangan kita. Bukan mengejar cinta, melainkan memberikan
cinta. Bukan mengejar kepuasan, melainkan memberikan kepuasan.

Maka anda bakal memperoleh kebahagiaan itu dari dua arah. Yang pertama, anda
akan memperolehnya dari pasangan anda. Karena merasa dibahagiakan, ia akan
membalas memberikan kebahagiaan.

Yang ke dua, kebahagiaan itu bakal muncul dari dalam diri anda sendiri.
Ketika kita berhasil memberikan kepuasan kepada pasangan kita, maka kita
bakal merasa puas. Ketika berhasil memberikan kesenangan kepada partner
kita, maka kita pun merasa senang. Dan ketika kita berhasil memberikan
kebahagiaan kepada istri atau suami kita, maka kita pun merasa bahagia.

Ini, nikmatnya bukan main. Jumlah dan kualitasnya terserah anda. Ingin lebih
bahagia, maka bahagiakanlah pasangan anda. Ingin lebih senang, maka
senangkanlah pasangan anda lebih banyak lagi. Dan, anda ingin lebih puas?
Maka puaskanlah pasangan anda dengan kepuasan yang lebih banyak. Anda pun
bakal merasa semakin puas. Terserah anda, minta kesenangan, kepuasan, atau
pun kebahagiaan sebesar apa. Karena kuncinya ada di tangan anda sendiri.
Semakin banyak memberi semakin nikmat rasanya.

Anda yang terbiasa egois dan mengukur kebahagiaan dari kesenangan pribadi,
akan perlu waktu untuk menyelami dan merenungkan kalimat-kalimat di atas.

Contoh yang lebih konkret adalah perkawinan dengan cinta yang bertepuk
sebelah tangan. Perkawinan semacam ini sungguh membuat menderita pihak yang
tidak mencintai. Padahal ia dicintai. Segala kebutuhannya dipenuhi oleh
pasangannya. Katakanlah ia pihak wanita.

Segala kebutuhan sang wanita selalu dipenuhi oleh suaminya. Rumah ada. Mobil
tersedia. Pakaian, perhiasan, dan segala kebutuhan semuanya tercukupi.
Tetapi ia tidak pernah merasa bahagia. Kenapa? Karena tidak ada cinta di
hatinya.

Sebaliknya, sang suami merasa bahagia, karena ia mencintai istrinya. Ia
merasa senang dan puas ketika bisa membelikan rumah. Ia juga merasa senang
dan puas ketika bisa membelikan mobil.

Dan ia senang serta puas ketika bisa memenuhi segala kebutuhan istri yang
dicintainya itu. Semakin cinta ia, dan semakin banyak ia memberikan kepada
istrinya, maka semakin bahagialah sang suami. Kalau ia benar-benar cinta
kepada istrinya, maka ukuran kebahagiaannya berada pada kebahagiaan si
istri. Jika istrinya bahagia, ia pun merasa bahagia. Jika istrinya
menderita, maka ia pun merasa menderita.

Akan berbeda halnya, jika si suami tidak mencintai istri. Ia sekadar
menuntut istrinya agar mencintainya. Memberikan kesenangan, kepuasan dan
kebahagiaan kepadanya. Ketika semua itu tidak sesuai dengan keinginannya,
maka ia bakal selalu merasa tidak bahagia. Tidak terpuaskan.

Sebaliknya, jika istri tersebut kemudian bisa mencintai suaminya - karena
kebaikan yang diberikan terus menerus kepadanya - maka si istri itu justru
bakal bisa memperoleh kebahagiaan karenanya.

Pelayanan yang tadinya dilakukan dengan terpaksa terhadap suaminya, kini
berganti dengan rasa ikhlas dan cinta. Tiba-tiba saja dia merasakan
kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada terkira.

Kalau dulu ia memasakkan suami dengan rasa enggan dan terpaksa, misalnya,
kini ia melakukan dengan senang hati dan berbunga-bunga. Kalau dulu ia
merasa tersiksa ketika melayani suami di tempat tidur, kini ia merasakan
cinta yang membara.

Ya, tiba-tiba saja semuanya jadi terasa berbeda. Penuh nikmat dan bahagia.
Padahal seluruh aktivitas yang dia lakukan sama saja. Apakah yang
membedakannya? Rasa cinta!

Ketika 'berbekal cinta', semakin banyak ia memberi, semakin banyak pula rasa
bahagia yang diperolehnya. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa
yang bahagia itu sebenarnya bukanlah orang yang dicintai, melainkan orang
yang mencintai. Orang yang sedang jatuh cinta...

Karena itu keliru kalau kita ingin dicintai. Yang harus kita lakukan adalah
mencintai pasangan. Semakin besar cinta kita kepadanya, semakin bahagia pula
kita karenanya. Dan yang ke dua, semakin banyak kita memberi untuk
kebahagiaan dia, maka semakin bahagialah kita...

Begitulah mestinya rumah tangga kita. Bukan saling menuntut untuk
dibahagiakan, melainkan saling memberi untuk membahagiakan. Karena di
situlah kunci kebahagiaan yang sebenar-benarnya memberikan kebahagiaan...

Untuk semua teman baikku

Seorang Teman Baik
Sewaktu kita duduk di taman kanak-kanak, kita
berpikir kalau seorang , teman yang baik adalah
teman yang meminjamkan krayon warna merah ketika
yang ada hanyalah krayon warna hitam.

Di sekolah dasar, kita lalu menemukan bahwa seorang
teman yang baik adalah teman yang mau menemani kita ke
toilet,
menggandeng tangan kita sepanjang koridor menuju
kelas,
membagi makan siangnya dengan kita ketika kita lupa
membawanya.

Di sekolah lanjutan pertama, kita punya ide kalau
seorang teman yang baik adalah teman yang
mau menyontekkan PR-nya pada kita, pergi bersama ke
pesta dan menemani kita makan siang.

Di SMA, kita merasa kalau seorang teman yang baik
adalah teman yang mengajak kita
mengendarai mobil barunya, meyakinkan orang tua kita
kalau kita boleh pulang malam sedikit, ............ ..
dan mau mendengar kisah sedih saat kita putus dari
pacar.

Di masa berikutnya, kita melihat kalau seorang teman
yang baik adalah teman yang selalu ada
terutama di saat-saat sulit kita, membuat kita
merasa aman melalui masa-masa seperti apapun,
meyakinkan kita kalau kita akan lulus dalam ujian
sidang sarjana kita.

Dan seiring berjalannya waktu kehidupan,
kita menemukan kalau seorang teman yang baik adalah
teman yang selalu memberi kita dua pilihan yang baik,
merangkul kita , ketika kita menghadapi masalah yang
menakutkan dan sesulit apapun ,
membantu kita bertahan menghadapi orang-orang yang
hanya mau mengambil
keuntungan dari kita, menegur ketika kita melalaikan
sesuatu,
mengingatkan ketika kita lupa, membantu meningkatkan
percaya diri kita,
menolong kita untuk menjadi seseorang yang lebih baik,
dan terlebih lagi... menerima diri kita apa adanya...

Thanks for being my friend...
A lot of little heart to my frenzzz!!!
Friends are like balloons; once you let them go, you
can't get them back.
So I'm gonna tie you to my heart so I never lose you.
Send this to al your friends including me and see how
many you get back.

TAKE GOOD CARE OF YOURSELF YEAH!!!

Too Busy for a Friend…

One day a teacher asked her students to list the names of the other students

in the room on two sheets of paper, leaving a space between each name.
Then she told them to think of the nicest thing they could say about each of

their classmates and write it down. It took the remainder of the class period to

finish their assignment, and as the students left the room, each one handed in the papers.

That Saturday, the teacher wrote down the name of each student on a separate

sheet of paper, and listed what everyone else had said about that individual.

On Monday she gave each student his or her list. Before long, the entire class was smiling.

'Really?' she heard whispered. 'I never knew that I meant anything to anyone!' and,

'I didn't know others liked me so much.' were most of the comments.No one ever mentioned

those papers in class again. She never knew if they discussed them after class or with their parents,

but it didn't matter. The exercise had accomplished its purpose. The students were happy with

themselves and one another. That group of students moved on.

Several years later, one of the students was killed in Vietnam and his teacher attended the funeral of

that special student. She had never seen a serviceman in a military coffin before.

He looked so handsome, so mature.

One by one those who loved him took a last walk by the coffin.

The teacher was the last one to bless the coffin.

As she stood there, one of the soldiers who acted as pallbearer came up to her.

'Were you Mark's math teacher?' he asked. She nodded: 'yes.' Then he said:

'Mark talked about you a lot.' After the funeral, most of Mark's former classmates went

together to a luncheon. Mark's mother and father were there, obviously waiting to speak with his teacher.

'We want to show you something,' his father said, taking a wallet out of his pocket.

'They found this on Mark when he was killed. We thought you might recognize it.'

Opening the billfold, he carefully removed two worn pieces of notebook paper

that had obviously been taped, folded and refolded many times.

The teacher knew without looking that the papers were the ones on which she had

listed all the good things each of Mark's classmates had said about him.

'Thank you so much for doing that,' Mark's mother said. 'As you can see, Mark treasured it .'
All of Mark's former classmates started to gather around. Charlie smiled rather sheepishly and

said, 'I still have my list. It's in the top drawer of my desk at home.'

Chuck's wife said, 'Chuck asked me to put his in our wedding album.'
'I have mine too,' Marilyn said 'It's in my diary.'
Then Vicki, another classmate, reached into her pocketbook, took out her wallet and showed

her worn and frazzled list to the group 'I carry this with me at all times,' Vicki said and without

batting an eyelash, she continued: 'I think we all saved our lists.'

That's when the teacher finally sat down and cried. She cried for Mark and for all his friends

who would never see him again.

The density of people in society is so thick that we forget that life will end one day.

And we don't know when that one day will be.

So please, tell the people you love and care for, that they are special and important. Tell them, before it is too late.

BELAHAN JIWA

Tuhan menginginkan kita untuk bertemu dengan orang
yang salah sebelum bertemu seorang yang tepat, ketika
pada akhirnya kita bertemu orang yang tepat saat itu
kita akan tahu betapa orang itu seperti hadiah bagi
kita

Saat kamu menemukan belahan jiwamu, ingatlah jika kamu
menemukan satu orang yang tepat kamu akan merasa
menemukannnya dengan susah payah, itulah pada
akhirnya kamu menemukan belahan jiwamu.

Tidak ada yang sederhana dalam hidup, tetapi jangan
biarkan kesempatanmu berlalu begitu saja karena kamu
begitu keras.

Ketika satu pintu harapan tertutup, pintu yang lainnya
terbuka.Tetapi seringkali kita melihat pintu tertutup dan
tidak satupun yang terbuka untuk kita
Yang terbaik dari belahan jiwa adalah suatu ketika
kamu duduk bersamanya tanpa mengucapkan satu patah
katapun tetapi kamu dapat mengerti apa yang dia
rasakan dan dia dapat mengerti apa yang kamu rasakan
Atau seseorang yang berbicara kepadamu beberapa jam
setiap hari, tetapi tidak ada perasaan apapun jika dia
tidak berbicara kepadamu lagi,

Belahan jiwamu adalah seseorang yang dapat
menyelesaikan apa yang kamu katakan seperti juga apa
yang kamu pikirkan

Kebenaran adalah apa yang kita tidak tahu sampai
ketika kita kehilangan kebenaran itu. Tetapi kita tidak akan tahu saat kebenaran itu hilang
sampai ketika hal itu datang

Memberikan seluruh cintamu pada seseorang tidak
memberikan jaminan dia akan mencintaimu kembali
Jangan mengharapkan cintamu akan berbalas, tunggulah
sampai cinta itu tumbuh dalam hatinya, dan jika itu
tidak terjadi, jagalah agar cinta tetap tumbuh dalam
hatimu
Hanya perlu semenit untuk membenci seseorang
satu jam untuk menyukai seseorang
dan sehari tuk mencintai seseorang
Tetapi butuh waktu seumur hidupmu untuk melupakan
seseorang

Jangan melihat fisiknya,.....fisik hanya menipu
Jangan melihat kekayaannya,... itu akan pudar
Lihatlah seseorang yang dapat membuatmu tersenyum,
karena
Hanya senyuman yang dapat membuat hari yang gelap
menjadi terang
Temukanlah seseorang yang dapat membuat hatimu
tersenyum

Suatu saat dalam hidupmu ketika kamu sangat rindu
dengan seseorang dan saat itu kamu hanya mengambilnya
dari mimpimu dan itu seperti menjadi sangat nyata

Mimpilah apa yang mau kamu mimpikan; pergilah
kemanapun kamu mau pergi; jadilah apapun yang kamu
inginkan; sebab kamu hanya sekali hidup, dan hanya
punya satu kesempatan untuk melakukan yang ingin kamu
lakukan

Mudah mudahan kamu punya cukup kebahagiaan untuk
membuatmu bertambah manis
punya cukup percobaan untuk membuatmu kuat
punya cukup kesedihan untuk menjadikanmu tetap manusia
Punya cukup harapan untuk membuatmu gembira
Selalu menempatkan dirimu seperti orang lain
Jika kamu merasa ini menyakitkan bagimu, mungkin
begitu juga dirasakan orang lain

Kebahagiaan orang lain sesekali tidak berarti yang
terbaik buat semuanya, itu hanya membuat segalanya
berjalan dengan lancar.
Kebahagiaan hanya untuk orang yang menangis, untuk
orang yang terluka, untuk orang yang mencari, dan
untuk orang yang mencoba
Hanya untuk orang yang dapat menghargai betapa
pentingnya untuk menyentuh lubuk hati.

Cinta dimulai dengan senyuman, tumbuh dengan ciuman
dan berakhir dengan air mata
Dan masa depan yang cerah akan selalu didasarkan dari
masa lalu yang terlupakan

Kamu tidak akan dapat beranjak menjalani hidupmu
sebelum kamu membiarkan kesalahanmu untuk pergi jauh
Ketika kamu lahir, kamu menangis dan setiap orang yang
disekelilingmu tersenyum
Ketika kamu mati, hanya kamu yang tersenyum dan semua
orang disekelilingmu menangis.

Sulit Bangun Pagi????

Sering kali kita merasa sulit bangun pagi….

Rasa malas dan berjuta alasan untuk membuka mata…

Hal ini sering kali juga membuat kita bertanya…

Kenapa sich ???



Berikut sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari,

Insya Allah menjawab pertanyaan tersebut.



Dari Abu Hurairah r.a. :

Pada waktu seseorang sedang tidur, setan membuat tiga buah simpul dikepalanya.

Untuk setiap simpul ia mengatakan : ‘Tidurlah engkau sepanjang malam’



Ketika orang tersebut terbangun dan dia menyebut nama Allah SWT

Maka lepaslah satu simpul, Jika dia berwudhu, lepas pulalah satu simpul

Dan jika dia sholat, terbukalah seluruh simpul.



Maka pada waktu bangun pagi, dia akan merasa penuh semangat

Dengan badan yang segar bugar.



Dan Jika dia tidak melakukan tiga hal tersebut, dia akan bangun pagi

Dengan perasaan serba tak enak dan malas.

Mencari Sebuah Masjid

Taufiq Ismail

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang tiang-tiangnya dari pepohon di hutan
fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat bersangkutnya awan
dan kubahnya tembus pandang, berkilauan digosok topan kutub utara dan selatan.
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Qur'an dengan warna platina dan keemasan
bentuk daun-daunan sangat teratur serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas berjalin bergaris-garis gambar putaran angin.
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang menara-menaranya menyentuh lapisan ozon dan menyeru azan tak habis-habisnya
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia kemudian nadanya yang lepas-lepas
disulam malaikat jadi renda benang emas yang memperindah ratusan juta sajadah
di setiap rumah tempatnya singgah.
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang letaknya dimana bila waktu azan lohor engkau masuk kedalamnya
engkau berjalan sampai waktu ashar, tak kan capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu bershalatlah dimana saja
di lantai masjid ini yang besar luar biasa.
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian yang menyimpan cahaya matahari
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan ke susunan syaraf pusat manusia
dan jadi ilmu berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta terletak disebelah menyebelah masjid kita.
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang beranda dan ruang dalamnya tempat orang-orang bersila bersama
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian
dan kalaupun ada pertikaian bisalah diuraikan dalam simpul persaudaraan sejati
dalam hangat sajadah yang itu juga terbentang di sebuah masjid yang sama.
Tumpas aku dalam rindu. Mengembara mencarinya.
Dimanakah dia gerangan letaknya?

Pada suatu hari aku mengikuti matahari
ketika dipuncak tergelincir sempat lewat seperempat kwadran turun ke barat
dan terdengar merdunya azan di pegunungan
dan akupun melayangkan pandangan mencari masjid itu kekiri dan kekanan
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan, dia berkata

Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan,
dia menunjuk tanah ladang itu
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan secarik tikar pandan
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
airnya bening dan dingin mengalir teraturan
tanpa kata dia berwudhu duluan

Akupun dibawah air itu menampungkan tangan
ketika kuusap mukaku kali ketiga secara perlahan hangat air yang terasa, bukan dingin.
Kiranya demikianlah air pancuran bercampur dengan air mataku yang bercucuran.

[ dari Festival Istiqlal Oktober/November 1991]

Siapakah emaknya...

Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali kekota. Mengingat jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.

"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya. "Tidak Dik, Abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.

Begitu pesanan tiba, saya langsung menikmatinya. Lebih kurang 20 menit kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.

"Abang sudah makan, tak mau beli kue saya?" tanyanya tenang ketika menghampiri meja saya.

"Abang baru selesai makan Dik, masih kenyang nih," kata saya sambil menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma di sekitar restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu dia tanya, "Tak mau beli kue saya Bang, Pak... Kakak atau Ibu." Molek budi bahasanya.

Pemilik restoran itupun tak melarang dia keluar masuk restorannya menemui pelanggan. Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka pintu, membetulkan duduk dan menutup pintu. Belum sempat saya menghidupkan mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah senyuman. Saya turunkan kaca jendela. Membalas senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin Abang perlukan kue saya untuk adik- adik, Ibu atau Ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum.

Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang penutupnya.

Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar uang Rp

20.000,- padanya. "Ambil ini Dik! Abang sedekah... Tak usah Abang beli kue itu." Saya berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak
itu menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian saya itu kepada
seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya terkejut, saya hentikan mobil, memanggil anak itu. "Kenapa Bang, mau beli kue kah?" tanyanya.

"Kenapa Adik berikan duit Abang tadi pada pengemis itu? Duit itu Abang berikan ke Adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang, saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.

Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak, Mak pasti marah. Kata Mak mengemis kerja orang yang tak berupaya,
saya masih kuat Bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa
harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk.

Lidah saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja Bang...." Selepas dia memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-.
Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terpikir untuk bertanya statusnya. Anak yatim kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya? Terus
terang saya katakan, saya beli kuenya bukan lagi atas dasar kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu
penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu. Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.

Pengorbanan Siti Hajar

oleh : Al Shahida

*catatan penting yang dilupakan dan bahkan hampir tidak diangkat akan ketokohan sosok wanita Siti Hajar, sebagai tokoh berkwalitas tinggi yang penuh dedikasi dan determinasi, tangguh, tegar dan sabar dalam membuktikan kecintaan kepada suami, anak sebagai jalan menuju kecintaan kepada Allah subhana huwa ta'ala. Allahu alam bisawab
*************************************************************************************************************************

Ibadah ritual Sa'i

Kami mendaki bukit Shafa, menengadahkan tangan dan berdoa: " Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebahagian dari syiar Allah. Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. "


Kami menghadap Ka'bah sambil mengucapkan, " Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allah Maha Besar, Allah benar-benar Maha Besar. Segala puji yang banyak hanya untuk Allah. Dan Maha Suci Allah Yang Maha Agung dan dengan memujinya pada waktu pagi dan sore hari....." dan seterusnya.


Pelan sekali kami menuruni bukit, terus mengikuti arus jama'ah menuju bukit Marwah. Setibanya dibukit kami berhenti sejenak untuk berdoa. Perjalanan kami lanjutkan untuk kembali ke bukit shafa. Tak jauh dari bukit shafa nampak lampu hijau dimana jama'ah lelaki disunahkan untuk berlari-lari kecil sambil berdoa pula.


Begitu kami sampai di bukit Shafa kami mengulang untuk menghadap ke Ka'bah lalu berdoa seperti semula, lalu menuruni bukit untuk menuju Marwah, hal ini kami lakukan hingga pada Sa'i yang keempat kalinya.


Pada perjalanan kelima, aku kehilangan dua temanku. Kami kalah cepat. Kami berdua agak kewalahan mengikuti mereka. Jalan kami agak terseok seok. Kaki kami terasa berat dan agak membengkak. Pada saat kami tiba dilampu hijau aku agak kepinggir, mendekat kedinding, aku merogoh tasku untuk mengambil botol air zam-zamku, lalu kureguk'. Wati, yang tinggal satu ini masih setia menemaniku, dengan napas sengal aku katakan: ' Aku...aku haus banget, badanku sakit dan rasanya gak kuat nerusin Sa'i nii...' Watipun berhenti. Sama. Diapun kelelahan. 'Minta minumnya teh dikit aja, saya juga haus ', Seteguk, dua teguk Wati membasahi kerongkongannya. Kami res.


Aku bersandar dinding. Oh ya Allah..kakiku sakit! Aku betul betul menyerah dan perlu istirahat. Aku terduduk dilantai, melepoh untuk menghilangkan lelah, sakit kepalaku mulai memarah dan rasa sakit pada betis dan telapak kaki terasa pula sakitnya, luar biasa.' Begitu lelah dan sakitnya sang kaki, lalu aku berfikir ' Ya Allah sanggupkan aku melanjutkan Sa'i ini, sanggupkah aku meneruskan, aku menyerah, aku lelah ya Allah ?'.


Tiba-tiba aku teringat akan perjuangan bunda Siti Hajar. Tiba-tiba dikepalaku tergambar bagaimana wanita hebat, sosok Siti Hajar ini berlari-lari antara dua bukit Shafa dan Marwah, tanpak atap apalagi kipas angin, bergegas naik turun dipanasnya sang mentari, mencari air untuk anaknya yang ia cintai.


Tak terbayang betapa terik dan kerontangnya suasana pada saat itu. Betapa lengangnya keadaan di antara dua bukit... kecuali jerit tangis sang bayi yang tengah kehausan. Si Ibu dengan segala kesabaran serta ketegaran terus bertekad dan berupaya mencari sang air untuk menunjukan rasa cinta, tanggung jawab dan proteksi anak tercintanya Isma'il.


Tiba-tiba mataku memanas, airmataku menggenang dan dengan pelannya ia meluncur. Aku menangis, aku terharu dengan perjuangan sosok Siti Hajar. Betapa lemahnya aku ini, alangkah landainya iman kami ini. Betapa meruginya kami ini. Apa yang kami keluhkan, dua bukit yang kami daki antara Shafa dan Marwah begitu nyamannya. Terlindungi oleh atap tinggi, lantai yang sejuk diberi pendingin, kipas angin berputar sepanjang antara dua bukit. Lalu nikmat mana lagi yang harus aku ingkari, nikmat apalagi yang kami keluh kesahkan?


Air mataku deras mengguyur pipiku, terus bergumam 'Sedang engkau ya Siti Hajar dedikasi, pengorbananmu sebagai seorang perempuan dan ibu, demi cintamu kepada Ibrahim dan Ismail, engkau begitu tulus menerima keputusan suamimu Nabi Ibrahim untuk ditinggal sendirian dibukit itu bersama anakmu. Sendiri. Dan engkau harus mampu berlaku sebagai seorang ayah pula disaat Ibrahim tak ada disisimu?'. Bagaimana ya ummi, bagaimana engkau mau dan mampu?.


'Semua kesabaran, ketabahan, kepasrahan totalmu, adalah komitmen cintamu kepada suami dan anak sebagai tanda cinta dan taqwamumu kepada Allah semata. Engkau adalah simbol sosok muslimah yang kokoh, tegar dan tangguh', aku merunduk, aku menangis, gejolak emosiku tak terkendalikan.


Bayangan dan ingatanku akan perjuangan serta pengorbanan Siti Hajar akhirnya mampu menghentikan airmataku yang sempat deras menurun, mampu membuyarkan semua keluhan tak berarti bahkan membuatku terhentak untuk bangun dan meneruskan perjalanan Sa'iku yang tinggal dua kali lagi.


' Aku, aku harus bisa seperti Siti Hajar. Harus!' kataku. Kuusap pipiku yang sempat basah lalu aku melirik pada Wati untuk melanjutkan Sa'i. 'Yuu kita lanjut'
sambil berpelukan penuh makna, betapa kita saling membutuhkan disaat kita dalam kondisi lemah iman.


Pada akhirnya dua bukit itu kami taklukan dan ibadah ritual Sa'ipun usai. Kami tutup dengan tahlul, yakni menggunting beberapa helai rambut, sebagai simbol bahwa umrah kami selesai dan lengkaplah sudah. Kami saling berpelukan, bertangisan. Penuh haru. Kalau kuperturutkan..ingin rasanya aku melengking, hingga bunda Siti Hajar mampu mendengar jerit haru & bahagiaku. Atau para malaikat mencatatku. Insya Allah ibadah haji kami diterima Allah. Amien.


* perjalanan haji ini dilakukan tujuh tahun lalu, namun kenanganan ini tidak pernah memudar dari ingatan dan kesan berHaji sebagai ' A life time journey '.



London, 31 Desember 2006


www.alshahida.blogdrive.com

"Yesterday was history, tomorrow is mistery"

Ilmu Dunia dan Ilmu Agama

semalam sebelum mata ini terpejam

Aku mendengar sebuah kalimat dari pengeras suara

mushollah yang tak jauh dari rumah.

Dan sampai pagi ini, kalimat itu masih tergiang ditelingaku.



Ilmu Dunia dan Ilmu Agama, dapat kita perumpamakan

Dengan Rumput untuk ilmu dunia dan Padi untuk ilmu agama



Bila kita menanam Rumput, maka Padi tidak akan ikut tumbuh

Tapi bila kita menanam Padi, maka Rumput akan ikut tumbuh.



Artinya,

Bila kita menuntut ilmu dunia, Ilmu agama tidak akan mengikuti.

Namun bila kita menuntut ilmu agama, maka Ilmu dunia akan menyertai.



Dan pagi ini, Surah Hud ayat 15 dan 16 menyapaku :



Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,

Niscaya Kami (Allah) akan memberikan kepada mereka (sebagai)

Balasan pekerjaan mereka didunia dengan sempurna. Dan mereka

Tidak akan dirugikan.



Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka.

Dan lenyaplah di akhirat apa yang telah mereka usahakan di dunia.

Dan sia-sialah yang telah mereka kerjakan.



Maha benar Allah dengan segala firmanNya.



Wassalam

Dzikir, Tak Hanya Pembasah Bibir

Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Tanpa air, ikan akan mati. Begitupun
hati yang tak pernah disiram dengan dzikrullah. Tidak kurang dari seratus
faedah dzikrullah yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
al-Wabil ash-Shayyib.
Bagi hati, dzikir bisa membuat tenang, sebagaimana firman-Nya,
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.
ar-Ra’du: 28)

Setan juga terhalang untuk menggodanya. Ibnu Abbas menjelaskan makna
al-waswas al-khannas, “Sesungguhnya setan itu memantau kondisi hati anak
Adam, jika ia lalai dari dzikir maka dia menggoda (waswasa), jika ia
dzikrullah, maka setan akan menjauh (khanasa).”
Maka, dzikir yang benar akan terpancar dalam perilaku zhahir. Karena ia
selalu mengingat Allah, merasa diawasi oleh Allah, sehingga bersemangat
untuk beramal shalih, takut dan malu berbuat maksiat.

Jika dzikir yang kita kerjakan belum membekas dalam tindakan nyata, maka ada
yang tidak beres pada dzikir yang kita lakukan. Mungkin lafazh atau cara
yang tidak sesuai dengan sunnah, atau hati yang tidak sejalan dengan lisan,
atau tidak paham makna ucapan yang kita baca. Atau bisa jadi, tanpa sadar
kita telah memisahkan antara dzikir dengan perilaku dhahir. Padahal,
dzikrullah memiliki dua syarat, hadirnya hati dan kesungguhan jasad (untuk
menunaikan tuntutannya), seperti dijelaskan Ibnu al-Jauzi t dalam
at-Tadzkirah fil Wa’zhi.

Atha’ bin Abi Rabah juga mengatakan, “Yang dimaksud dzikir adalah
tha’atullah, maka barangsiapa yang taat kepada Allah maka dia tengah
berdzikir kepada Allah, dan barangsiapa yang bermaksiat, maka dia tidak
dikatakan berdzikir, meskipun ia banyak membaca tasbih dan tahlil.”

Inilah bekas yang paling nyata dari dzikir, bukan sekedar menangis saat
mengikuti acara dzikir, tapi tertawa saat bermaksiat. Imam Ibnul Jauzi t
mengingatkan dalam bukunya Talbis Iblis (Perangkap Iblis), “Banyak orang
yang menghadiri majelis dzikir, ikut menangis dan menampakkan kekhusyu’an,
tapi di luar itu mereka tidak meninggalkan praktik riba, curang dalam jual
beli, tidak membenahi kekurangannya dalam memahami rukun-rukun Islam, tidak
berhenti menggunjing dan mendurhakai orang tua. Mereka adalah orang-orang
yang diperdaya oleh Iblis, sehingga mereka beranggapan bahwa majelis dzikir
itu bisa menghapus dosa-dosa mereka.”

Dzikir bukan pula sekedar pembasah bibir, tapi tuntutan dzikir adalah amal
ketaatan itu sendiri. Memang Nabi n menyuruh kita membasahi lisan kita
dengan dzikrullah,

“Hendaknya lisanmu selalu basah dengan dzikrullah.” (HR Tirmidzi, Ibnu
Majah)

Tapi, tentu yang dimaksud bukan hanya membasahi bibir. Hadits itu merupakan
kinayah (kiasan) tentang anjuran memperbanyak dzikir dan melaziminya,
sebagaimana dijelaskan oleh al-Mubaarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, syarah
Sunan Tirmidzi. Wallahu a’lam. (Abu Umar A)
sumber : www.ar-risalah.or.id

Nyalakan Lentera Ilmu di Rumahmu

Jika Allah menghendaki kebaikan seseorang, maka Allah akan menjadikan ia
sebagai orang yang mau belajar ilmu syar’i.
Begitupun dengan sebuah keluarga, jika Allah menghendaki suatu keluarga
menjadi baik, maka Allah akan jadikan para penghuninya mau belajar ilmu
syar’i. Karena ilmu adalah cahaya.
Ia adalah penerang di tengah kegelapan, benteng dari serangan syubhat dan
sesatnya pemikiran. Apalagi di saat syubhat membanjiri media dan televisi,
sementara hal itu menjadi menu yang setiap hari disantap dan ditelan oleh
semua anggota keluarga.
Apapun posisi Anda dalam keluarga, bertanggung jawab untuk menyalakan cahaya
ilmu di rumah Anda. Apalagi, jika Anda sebagai kepala keluarga.

Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu”.(At-Tahrim : 6)
Qatadah menafsirkan ayat tersebut, “Hendaknya ia memerintah mereka berbuat
taat kepada Allah, mencegah mereka dari maksiat kepada-Nya, hendaknya
menjaga mereka untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan
membantu mereka di dalamnya. Maka apabila kamu melihat kemaksiatan,
hendaknya engkau menjauhkan mereka darinya dan memperingatkan untuk tidak
melakukan-nya”.

Namun, untuk membedakan mana yang taat dan mana maksiat, hanya dengan ilmu.
Karena itu, adh-Dhahhak dan Muqatil menafsirkan ayat tersebut, “Wajib bagi
setiap muslim, mengajarkan keluarganya, kerabat dan hamba sahayanya akan apa
yang diwajibkan oleh Allah atas mereka, dan apa yang dilarang-Nya.” Hal
senada dikatakan oleh At-Thabari, “Hendaknya kita mengajari anak-anak dan
keluarga kita masalah agama dan kebaikan, serta apa-apa yang penting dan
dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak.”

Memang benar, ilmu sains dan teknologi, ilmu tentang bisnis, ilmu tentang
hal-hal yang mendatangkan maslahat dan kemapanan hidup itu penting. Tapi,
sesungguhnya ilmu syar’i jauh lebih penting. Karena ilmu duniawi yang berada
di tangan orang yang tak memiliki ilmu syar’i, mengandung potensi yang
berbahaya. Begitupun segala ke-maslahatan yang bersifat duniawi, hanya
bersifat semu jika tidak dilandasi ibadah. Sedangkan pintu dari segala
bentuk ibadah adalah ilmu syar’i.

Yang patut disayangkan, sebagian aktivis yang bersemangat untuk berdakwah di
luar, mengajarkan ilmu syar’i kepada masyarakat, atau menjadi guru ngaji
untuk anak-anak dan semisalnya, tidak berpikir untuk menerangi rumahnya
dengan cahaya ilmu, menyampai-kan ilmu syar’i kepada anggota keluarganya.
Mungkin tidak punya nyali, pesimis dan memvonis bahwa anggota keluarga
‘susah’ untuk diajak baik. Padahal, kesungguhannya untuk mendakwahi keluarga
belum segigih perjuangannya dalam mendakwahi masyarakat.

Mestinya, keluargalah yang lebih berhak untuk lebih dahulu menikmati
indahnya ilmu syar’i yang kita sajikan. Bukankah kita ingin agar mereka
berkeluarga dengan kita di jannah sebagaimana mereka menjadi keluarga kita
di dunia? Bukankah kita tidak tega tatkala melihat seorang anggota keluarga
kita sakit parah dan menderita? Sedangkan penderitaan di akhirat jauh lebih
menyakitkan dan tak ada ujung habisnya, kecuali jika ia memiliki sesuatu
yang membuatnya bisa terangkat dari neraka. Untuk itu, nyalakan pelita ilmu
di rumahmu. (Abu Umar A)
www.ar-risalah.co.id

Merajut Tali Kesabaran dalam Keluarga

Pada zaman Khalifah Al-Manshur, salah seorang menterinya,

Al-Ashma'i,melakukan perburuan. Karena terlalu asyik mengejar hewan

buruan, ia terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang sahara.



Ketika rasa haus mulai mencekiknya, di kejauhan ia melihat sebuah kemah.

Terasing dan sendirian. Ia memacu kudanya ke arah sana dan menemukan

penghuni yang memukau: wanita muda dan jelita.

Ia meminta air. Wanita itu berkata, "Ada air sedikit,

tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Ada sisa minumanku.

Kalau engkau mau, ambillah".



Tiba-tiba wajah wanita itu tampak siaga. Ia memandang kepulan debu dari

kejauhan. "Suamiku datang," katanya. Wanita itu kemudian menyiapkan air

minum dan kain pembersih. Lelaki yang datang itu lebih mudah disebut

"bekas manusia". Seorang tua yang jelek dan menakutkan. Mulutnya tidak

henti-hentinya menghardik istrinya. Tidak satu pun perkataan keluar

dari mulut perempuan itu. Ia membersihkan kaki suaminya, menyerahkan minuman

dengan khidmat, dan menuntunnya dengan mesra masuk ke kemah.



Sebelum pergi,Al-Ashma'i bertanya, "Engkau muda, cantik, dan setia.

Kombinasi yang jarang sekali terjadi. Mengapa engkau korbankan dirimu

Untuk melayani lelaki tua yang berakhlak buruk".



Jawaban perempuan itu mengejutkan Al-Ashma'i, "Rasulullah bersabda, agama

itu terdiri dari dua bagian: syukur dan sabar. Aku bersyukur karena

Allah telah menganugerahkan kepadaku kemudaan, kecantikan, dan perlindungan.

Ia membimbingku untuk berakhlak baik. Aku telah melaksanakan setengah

agamaku.



Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni

bersabar."



Kesabaran bisa melahirkan keajaiban. Salah satunya tergambar dalam

kisah di atas. Dengan kesabaran, wanita cantik tadi mampu berbakti kepada

suaminya yang berakhlak buruk. Sesuatu yang terkadang sulit dicerna oleh rasio.



Tidak diragukan lagi, kesabaran adalah satu pilar penting dalam pernikahan

setelah lurusnya niat. Langgeng tidaknya sebuah pernikahan sangat

ditentukan oleh seberapa jauh tingkat kesabaran yang dimiliki suami istri.



Makin banyak bekal kesabaran yang dimiliki, maka akan makin kokoh pula

bangunan pernikahan yang dijalani. Tapi makin sedikit kesabaran yang dimiliki,

maka makin besar pula kemungkinan hancurnya sebuah pernikahan.



Demikian pentingnya sabar dalam pernikahan, ada orang mengatakan, "Bila

sebelum nikah kesabaran kita hanya satu, maka setelah nikah kesabaran

kita harus seratus." Pertanyaannya, kesabaran seperti apa yang harus kita

miliki dalam menjalani pernikahan?





Ada empat macam bidang kesabaran



Pertama, sabar menghadapi kekurangan pasangan. Pernikahan adalah kesimpulan

terakhir setelah seseorang mempertimbangkan semua kekurangan dan kelebihan

pasangan. Tidak pada tempatnya bila setelah menikah seorang suami mengeluhkan

kekurangan yang ada pada istrinya. Demikian pula sebaliknya.

Masing-masing harus menerima kekurangan atau kelebihan pasangannya dengan

penuh kesabaran.



Pernikahan adalah sarana untuk saling melengkapi, bukan untuk saling mengalahkan.

Salah satu hakikat sabar dalam pernikahan adalah menghilangkan keluh kesah pada

saat tidak enaknya menghadapi segala kekurangan. Tidak ada keluh kesah selain

pada Allah SWT.



Karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan bahwa siapa saja yang menikah

karena ketampanan atau kecantikan, maka satu saat rupa tersebut akan

menghinakannya. Kecantikan dan ketampanan itu temporer sifatnya, tidak langgeng.

Ketika belum menikah, pasangan kita begitu cantik,tapi setelah punya anak

maka kecantikan itu akan semakin menurun untuk kemudian hilang sama sekali

setelah tua. Tanpa adanya kesabaran, sebuah rumahtangga tidak akan bertahan lama.



Kedua, sabar menghadapi godaan. Rumah tangga itu laksana perahu.

Untuk mencapai pula kebahagiaan di syurga, perahu itu harus berlayar

mengarungi luasnya samudera masalah. Indahnya pernikahan analog

dengan indahnya pantai.



Namun jangan lupa, siapa saja siapa yang bertolak dari pantai untuk

menyeberangi lautan, maka ia akan menemukan ganasnya ombak. Siapa saja

yang tidak membawa bekal dan persiapan yang matang, tidak mustahil bahtera

rumahtangganya akan karam ditelan gelombang.



Nikah adalah ikatan yang teramat suci lagi kuat, mitsaqan ghalidza, sehingga

jangan dinodai dengan saling menyakiti. Dalam Alquran, kata mitsaqan

ghalidza dipakai untuk menyebutkan ikatan antara Allah dengan

rasul-Nya.



Tidak akan pernah sukses seorang suami yang sering menyakiti istrinya.

Walau awalnya bergelimang harta, sukses dalam karier, tapi pada suatu

saat ia akan menemui kehancuran. Begitu pula seorang istri yang tidak taat dan

Selalu menyakiti suaminya, hidupnya tidak akan berkah dan bahagia.



Karena itu, suami istri harus punya komitmen untuk saling setia. Inilah

hakikat mitsaqan ghalidza. Sehingga, menjaga tali pernikahan agar tetap

kokoh adalah jihad akbar. Arasy' tidak akan berguncang saat seseorang

meninggalkan shaum wajib, tidak akan berguncang saat seseorang lalai

dalam shalat, namun ia akan berguncang tatkala sepasangan suami istri

memutuskan untuk bercerai.



Pernikahan itu menandai bersatunya darah daging suami dan istri.

Karena sudah bersatu, maka tidak mungkin lagi ada rahasia. Syurga bisa

terbuka karena pernikahan, dan neraka pun bisa terbuka lebar karena

pernikahan.



Orang yang menyayangi istri atau suaminya, mereka akan disayangi Yang

Maha Penyayang. Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang kasih sayang

(al-rahimun) akan dikasihsayangi oleh yang Mahakasih Sayang(Al-Rahman).



Karena itu kasih sayangilah manusia dibumi maka Dia yang di langit akan

kasih-sayang kepadamu".



Ketiga, sabar menghadapi kekurangan dan keterbatasan rezeki. Berapa pun

rezeki yang kita dapat, kita harus mampu mensyukurinya. Dengan syukur

itulah Allah akan menolong rumahtangga kita dan melipatgandakan rezeki yang

kita dapatkan.



Allah SWT berfirman, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti

Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),

Maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih (QS Ibrahim <14>: 7).



Keempat, sabar menghadapi keluarga dari pihak suami atau istri. Dalam sebuah

hadis, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa pernikahan itu mengawali

bertemunya dua keluarga besar. Karena pertemuan dua keluarga, maka yang

nikah bukan aku, tapi kami. Berkaitan dengan hal ini, Imam Syafi'i

menganjurkan agar orangtua memilihkan jodoh untuk anaknya, dengan

catatan anaknya harus saling mencintai.



Siapa pun yang akan menikah, maka ia harus siap punya ayah dua dan ibu dua.

Ia pun harus siap menghormati mertua sebagaimana menghormati kedua

orangtuanya.



Sabar adalah sebuah keniscayaan. Karena itu, dalam QS Az-Zumar ayat 10,

Allah SWT menjanjikan pahala luar bisa bagi orang yang sabar,

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala

mereka tanpa batas. Wallahu a'lam.





Wassalam & Best Regards



Kang Didi

Jalan mana yang telah kita Pilih???

Sumber dari :http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=8&id=7399



Assalamualaikum Wr.Wb.


Hidup hanyalah kesempatan untuk membuat pilihan-pilihan. Segalanya digulirkan dan digilirkan.

Setiap manusia lahir, hidup, lalu mati.Kecil, akhirnya membesar. Muda... lama-lama tua.

Muncul kesenangan, terkadang berganti kesedihan. Sehat dan sakit.



Semuanya fana. Semuanya pasti selalu berubah, bergerak dan berjalan.

Tetapi semuanya akan berhenti dan berakhir.

Ketika itulah kehidupan didunia akan berganti pada kehidupan diakhirat.

Ketika itulah semua dinamika dan gerak hidup seseorang berakhir.



Rasulullah SAW dalam hadits shahih menyebutkan,
"Orang yang cerdas itu adalah orang yang mengendalikan dirinya

dan mempersiapkan hidup setelah mati."

Kehidupan memang sebuah bentangan jalan yang akan berakhir.

Kematian pasti akan menimpa kepada diri kita siapapun kita.

Sebesar apapun kuasa dan jabatan kita. Seluas apapun milik kita.

Sekuat apapun perlindungan kita. Begitu mahalnya nilai hidup.



Karena itu, setiap orang harus memberi pilihan yang tepat untuk mengisi hidup.

Pilihan dalam hiduplah yang akan menentukan siapa kita.

Cermatilah segala perubahan hidup. Waktu pagi yang tiba-tiba berganti siang,

kondisi sehat yang berubah sakit, atau kondisi dunia yang tahun
demi tahun selalu lebih buruk dari tahun sebelumnya.



Jangan lupa pula, menghayati apa yang sangat dekat ada pada diri kita.

Bila sedang bercermin misalnya, perhatikan garis-garis wajah kita,

atau lekuk mata kita, janggut kita, atau rambut kita.



Betapa kita tiba-tiba sudah seperti ini, seusia ini.

Selamilah dengan tulus, keseluruhan diri kita,

dan carilah perubahan-perubahan yang menyadarkan

bahwa umur kita terus bertambah.

Lalu renungkanlah, pada tahun yang telah kita lewati, bagaimana kita mengisinya.

banyak memori telah kita rekam, banyak perbuatan yang telah kita lakukan,

yang boleh jadi hanya kita sendiri yang mengetahuinya.

Dan Rasulullah SAW pun bersabda, ''Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin

sesunguhnya dia telah beruntung, barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin,

maka sesungguhnya ia telah merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari
kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat.'' (HR Dailami)

Inilah mungkin yang dapat kita jadikan sebagai acuan kita dalam menilai berhasil atau tidaknya

pilihan kita yang kita pilih dalam menjalani proses kehidupan ini. Atau mungkin, inilah acuan diri

kita untuk melangkah ke depan berjuang dalam hiruk pikuk kehidupan di tahun ini yang pastinya

akan lebih menantang lagi di banding tahun-tahun sebelumnya.

"Demi Allah harimu sekarang adalah dimana harus terkumpul bekal untuk akhiratmu baik ke surga atau ke neraka.

Jika engkau menuju jalan Allah, niscaya engkau akan mendapat kebahagiaan dan keberuntungan besar dalam

waktu yang singkat dan tidak abadi ini. Tapi jika engkau dahulukan syahwat, kesenangan dan main-main,

niscaya engkau akan mendapat kepahitan yang besar dan abadi, dimana rasa sakit dan payahnya lebih besar dari

rasa sakit dan kepayahan karena bersabar untuk tidak melanggar apa yang diharamkan Allah."

(Imam Ibnul Qayyim rahimahullah)

"...bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya

untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr (59): 18)

Maka, hati-hatilah dalam memilih jalan hidup.

Wallahu A'lam

Ilmu dan Harta

Mungkin teman pernah mendengar Julukan yang diberikan Rasulullah

Kepada Sayyidina Ali sebagai Pintu Ilmu (babul ’ilmi). Dan Rasulullah berkata

”Aku adalah Kota Ilmu, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah gerbangnya”



Pernyataan Rasulullah ini menimbulkan perasaan iri kaum Khawarij terhadap

Sayyidina Ali, Dikisahkan mereka menguji Sayyidina Ali.



Sayyidina Ali akan diajukan pertanyaan yang sama oleh 10 orang dari mereka.

Tapi Ali harus menjawab dengan 10 jawaban yang berbeda.



Mereka bertanya : ”Wahai Ali, Istimewa manakah antara Ilmu dan Harta?”

Dan Ali menjawab kepada :



Orang pertama : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab Ilmu adalah warisan para nabi,sedangkan harta adalah warisan Qorun, Haman dan Fir’aun.



Orang kedua : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab Ilmu selalu menjagamu,
Sedangkan engkau harus menjaga harta milikmu.



Orang ketiga : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab orang berilmu banyak teman,Sedangkan orang berharta banyak musuhnya.



Orang keempat : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab ilmu bila di infaqkan semakin bertambah,Sedangkan harta bila diinfaqkan semakin berkurang.



Orang kelima : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab orang berilmu dipanggil dengan sebutan mulia,Sedangkan orang berharta dipanggil dengan sebutan hina.



Orang keenam : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab Ilmu tidak perlu dijaga,
Sedangkan harta minta dijaga.



Orang ketujuh : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab orang berilmu dihari akhirat dapat memberi syafaat,Sedangkan orang berharta dihari kiamat dihisab dengan berat.



Orang kedelapan: Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab Ilmu bila dibiarkan saja tidak akan pernah rusak,Sedangkan harta bila dibiarkan pasti berkurang (bahkan habis dimakan)



Orang kesembilan: Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab Ilmu memberikan penerang didalam hati,Sedangkan harta dapat membuat kerusakan didalam hati (seperti timbulnya sifat takabur, pamer,ingkar).



Orang kesepuluh: Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab orang berilmu bersikap lemah lembut dan selalu berbakti kepada Allah,Sedangkan orang berharta, seringkali takabur dan ingkar kepada Allah.



Atas jawaban tersebut Kaum Khawarij mengakui kealiman Sayyidina Ali dan mengakui kebenaran Sabda rasulullah.

Dan merekapun tunduk patuh pada Sayyidina Ali.

Kisah "YU TIMAH"

(dicuplik dari RESONANSI - Republika Desember 2006/Ahmad Tohari)

Ini kisah tentang Yu Timah. Siapakah dia? Yu Timah adalah tetangga kami. Dia salah seorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah berakhir. Empat kali menerima SLT selama satu tahun jumlah uang yang diterima Yu Timah dari pemerintah sebesar Rp 1,2 juta.

Yu Timah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk Yu Timah adalah bukan milik sendiri.

Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah.

Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu.

Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya.

Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini zaman apa. Anak itu harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta. Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untung di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.

Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicara soal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di bank perkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah mau datang ke kantor. Katanya, malu sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabung Rp 5.000 atau Rp 10 ribu setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisa setor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan sejak itu saya melihat Yu Timah memakai cincin emas. Yah, emas. Untuk orang seperti Yu Timah, setitik emas di jari adalah persoalan mengangkat harga diri. Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.

Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.

''Pak, saya mau mengambil tabungan,'' kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.

''O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?''

''Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.''

''Mau ambil berapa?'' tanya saya.

''Enam ratus ribu, Pak.''

''Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?''

Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.

''Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.''

Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.

''Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?''

''Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama Ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.''

''Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.''

Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.

Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri. Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah haji yang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu. Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji, namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidak kaubelikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikan kambing kurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kali ini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudah berbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.

Sabar, Ridho dan Ikhlas....

Sabar adalah tingkatan pertama,

Saat mendapatkan masalah, seseorang harus sabar.

Tetapi sebenarnya, ia masih punya keinginan:

keinginan agar jangan ditimpakan masalah.



Setelah bisa sabar, seseorang baru bisa menanjak ke ridho.

Ridho adalah menerima.

Mendapatkan kebahagiaan, ia ridho.

Demikian pula mendapatkan kesusahan, ia juga ridho.

Tetapi seseorang belum sampai.

Dalam tingkatan ridho ini, ia masih memiliki keinginan sendiri.

Ia lebih merasa nyaman dalam kesenangan.



Tingkatan terakhir adalah ikhlas.

Ikhlas adalah, tidak ada lagi keinginan si aku.

Tujuannya hanya Allah.

Tidak ada lagi harapan untuk mendapatkan pujian manusia.

Semuanya sudah dipasrahkan kepada Allah.

Tidak ada lagi keinginan menunggu terima kasih manusia.



Karena itu pula, salah seorang isteri Rasulullah SAW

mempunyai kebiasaan memberi kepada anak kecil.

Kadang-kadang anak kecil mengambil pemberian sambil merebut,

kemudian lari terbirit-birit. Itulah anak kecil. Sepi dari terima kasih.

Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah

Oleh: Mochamad Bugi



Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”

Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja.

Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup.

“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”

Nasibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”

Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi.”

Mata amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama Allah.”

Putra Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai sore. Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah Nasibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan kiranya?” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “apakah anakku gugur?”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”

“Inna lillah….” Nasibah bergumam kecil. Ia menangis.

“Kau berduka, ya Ummu Amar?”

Nasibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatan? Saad masih kanak-kanak.”

Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah yang gagah berani.”

Nasibah terperanjat. Ia memandangi putranya. “Kau tidak takut, nak?”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nasibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan banyak nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu akbar!”

Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nasibah. Mendengar berita kematian itu, Nasibah meremang bulu kuduknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kausaksikan sendiri aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau perempuan, ya Ibu….”

Nasibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan tidak ingin juga masuk surga melalui jihad?”

Nasibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada. Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nasibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum. “Nasibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya perempuan mengangkat senjata. Untuk sementra engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.”

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nasibah pun segera menenteng tas obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat darah di rambutnya. Ia menegok. Kepala seorang tentara Islam menggelinding terbabat senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nasibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi waktu dilihatnya Nabi terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nasibah tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang rubuh itu. Dinaiki kudanya. Lantas bagai singa betina, ia mengamuk. Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang. Hingga pada suatu waktu seorang kafir mengendap dari belakang, dan membabat putus lengan kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.

Peperangan terus saja berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nasibah teronggok sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas’ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada korban yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat seonggok tubuh bergerak-gerak dengan payah, segera mendekatinya. Dipercikannya air ke muka tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Istri Said-kah engkau?”

Nasibah samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya, “bagaimana dengan Rasulullah? Selamatkah beliau?”

“Beliau tidak kurang suatu apapun…”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”

“Engkau masih luka parah, Nasibah….”

“Engkau mau menghalangi aku membela Rasulullah?”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nasibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikannya. Namun, karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus. Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.

Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nasibah, wanita yang perkasa.”

Andalah Sang Penguat Itu!

Jika anda hari ini melemah, maka kuatkanlah mereka sekalipun
musuh-musuh anda. Sebab dengan menguatkan mereka berarti juga
menguatkan diri anda. Jika ada yang bertanya dimana letak kekuatan
yang sesungguhnya? Kekuatan itu terletak pada kecintaan anda pada
sesama. Kebencian adalah penghancurnya.

Menguatkan musuh berarti menyingkirkan kelemahan diri anda. Sebab
musuh-musuh anda adalah kekuatan-kekuatan anda. Jika anda
menghancurkannya berarti anda juga menghancurkan diri anda sendiri.
Hanya mereka orang-orang yang kuatlah, yang mampu menghancurkan
kebenciannya.

Kekuatan-kekuatan itulah yang membuat anda dihargai oleh musuh-musuh
anda karena menunjukkan betapa mulianya diri anda dan sampai mereka
mengharuskan dirinya sendiri dengan mencantumkan nama anda pada pintu
gerbang kota dimana musuh-musuh anda berada. Itulah anda sang penguat
kehidupan.

Wassalam,
Agussyafii

Untuk yang akan, barusan dan sudah lama menikah..

Pernikahan adalah seperti Sekolah - Cinta

Bertahun-tahun yang lalu, saya berdoa kepada Tuhan
untuk memberikan saya
pasangan, "Engkau tidak memiliki pasangan karena
engkau tidak memintanya",
Tuhan menjawab.

Tidak hanya saya meminta kepada Tuhan,seraya
menjelaskan kriteria pasangan
yang saya inginkan. Saya menginginkan pasangan
yang baik hati,lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai
dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris, penuh perhatian.
Saya bahkan memberikan
kriteria pasangan tersebut secara fisik yang selama ini saya impikan.

Sejalan dengan berlalunya waktu,saya menambahkan
daftar kriteria yang saya
inginkan dalam pasangan saya. Suatu malam, dalam doa, Tuhan berkata dalam
hati saya, "HambaKu, Aku tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan."

Saya bertanya, "Mengapa Tuhan?" dan Ia! menjawab,
"Karena Aku adalah Tuhan
dan Aku adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang Aku lakukan
adalah benar."

Aku bertanya lagi, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat
memperoleh apa yang aku pinta dariMu?"

Jawab Tuhan, "Aku akan menjelaskan kepadamu.
Adalah suatu ketidakadilan dan ketidakbenaran bagiKu untuk memenuhi
keinginanmu karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti
engkau.
Tidaklah adil bagiKu
untukmemberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika
terkadang engkau masih kasar; atau memberikan
seseorang yang pemurah tetapi engkau masih kejam; atau seseorang yang
mudah mengampuni, tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam;
seseorang yang sensitif, namun engkau sendiri tidak..."
Kemudian Ia berkata kepada saya, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan
kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang
engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari
seseorang yang sudah mempunyai semua itu.

Pasanganmu akan berasal dari tulangmu dan dagingmu, dan engkau akan
melihat
dirimu sendiri di dalam
dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu.
Pernikahan adalah seperti sekolah, suatu pendidikan jangka panjang.
Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling
menyesuaikan diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu
sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan
membuat suatu kerjasama yang solid.

Aku tidak memberikan pasangan yang sempurna karena engkau tidak sempurna.
Aku memberikanmu seseorang yang dapat bertumbuh bersamamu".

Ini untuk : yang baru saja menikah, yang sudah menikah, yang akan menikah
dan yang sedang mencari, khususnya yang sedang mencari.

J I K A........

Jika kamu memancing ikan.....Setelah ikan itu terikat di mata kail,
hendaklah kamu mengambil Ikan itu.....
Janganlah sesekali kamu lepaskan ia semula ke dalam air begitu saja....
Karena ia akan sakit oleh karena bisanya ketajaman mata kailmu dan mungkin
ia akan menderita selagi ia masih hidup.

Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang...
Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya.....
Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja......
Karena ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat
melupakan segalanya selagi dia mengingat... ..

Jika kamu menadah air biarlah berpada, jangan terlalu mengharap pada
takungannya dan janganlah menganggap ia begitu teguh......cukuplah sekadar
keperluanmu. ......Apabila sekali ia retak......tentu sukar untuk kamu
menambalnya semula......
Akhirnya ia dibuang..... Sedangkan jika kamu coba memperbaikinya mungkin ia
masih dapat dipergunakan lagi.....

Begitu juga jika kamumemiliki seseorang, terimalah seadanya.... .
Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya
Begitu istimewa.... .
Anggaplah ia manusia biasa..
Apabila sekali ia melakukan kesilapan bukan mudah bagi kamu untuk
menerimanya. ....akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya.
Sedangkan jika kamu memaafkannya boleh jadi hubungan kamu akan terus
Hingga ke akhirnya.... .

Jika kamu telah memiliki sepinggan nasi.....yang pasti baik untuk dirimu.
Mengenyangkan. Berkhasiat.
Mengapa kamu berlengah, coba mencari makanan yang lain....
Terlalu ingin mengejar kelezatan.
Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak boleh memakannya. kamu akan
menyesal.

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan....yang membawa
kebaikan kepada dirimu. Menyayangimu. Mengasihimu.
Mengapa kamu berlengah,coba bandingkannya dengan yang lain.
Terlalu mengejar kesempurnaan.
Kelak, kamu akan kehilangannya; apabila dia menjadi milik orang Lain kamu
juga akan menyesal.

Cinta Itu Butuh Bukti

Jika anda mencintai seseorang, anda butuh bukti bukan janji. Ketika
orang yang anda cintai bisa terlihat sholeh, salatnya khusyu' rajin
ke masjid, terlihat sebagai sosok yang sempurna karena apapun sanggup
dia lakukan agar mendapatkan cinta anda.

Tapi begitu menikah, segala bisa berubah, tidak lagi rajin shalat,
tidak lagi pernah ke masjid, tidak lagi nampak sholeh bahkan
terkadang sedikit saja kesalahan menjadi pemarah karena baginya cinta
sudah didapat lantas untuk apa semua itu.

Sebelum memilih pasangan, agar tidak menyesal kemudian. Cara yang
paling mudah untuk membuktikan ketulusan hatinya adalah buatlah
sesuatu yang bertentangan dengan yang dia harapkan. Jika dia berharap
tampil cantik, maka tampillah jelek. Buatlah dirinya pada kondisi
puncak, puncak kekesalan, puncak kekecewaan atau puncak kepedihan.

Jika orang seperti ini mampu melewati semua itu dengan kesabaran dan
senyuman maka patutlah dia menjadi teman hidup anda. Orang seperti
ini akan membuat anda merasa nyaman disisinya karena hatinya yang
luas dan memahami bahwa setiap orang sedang belajar menjadi lebih
baik. Jika tidak, ucapkan selamat tinggal untuknya karena dia hanya
memikirkan dirinya sendiri.

Wassalam,
agussyafii

Cinta

sebagian besar dalam kehidupan kita memang selalu soal Cinta,

Cinta pada Allah dan RasulNya,

Cinta kepada orang tua kita

Cinta kepada pasangan hidup kita,

Cinta kepada anak-anak kita,

Juga cinta pada lingkungan kita

Termasuk cinta kita kepada sahabat dan teman-teman kita.



Tanpa Cinta kita tidak bisa merasakan apa arti suatu kebahagiaan dan kesedihan.

Kegelisahan hanyalah pengantar.

Tawa dan airmata adalah yang menemani kita menuju

suatu kebahagiaan dan kesedihan.



Bahagialah teman, bila hidup kita selalu dikelilingi rasa cinta.

Jangan pernah genggam rasa cinta itu karena dia akan berontak

Jangan pernah penjarakan rasa cinta karena dia akan memaksa untuk keluar.



Namun bagilah rasa cinta itu,

Sebarkan rasa cinta itu,

Pupuk dan biarkan dia berkembang,

Biarkan berbunga dan berbuah,



Dan relakan dia pergi bila sudah tiba pada waktunya.

Namun tetaplah menyebar cintamu kepada yang lain

Karena sayang sekali bila cinta harus berhenti

Biarlah cinta itu bermuara dengan sendirinya

Kenapa tak pernah kau tambatkan
perahumu di satu dermaga?
Padahal kulihat, bukan hanya satu
pelabuhan tenang yang mau menerima
kehadiran kapalmu!

Kalau dulu memang pernah ada
satu pelabuhan kecil, yang kemudian
harus kau lupakan,
mengapa tak kau cari pelabuhan lain,
yang akan memberikan rasa damai yang lebih?
Seandainya kau mau,
buka tirai di sanubarimu, dan kau akan tahu,
pelabuhan mana yang ingin kau singgahi untuk selamanya,
hingga pelabuhan itu jadi rumahmu,
rumah dan pelabuhan hatimu.

(Judul Puisi " Pelabuhan " karya Tyas Tatanka, kumpulan puisi 7 penyair serang)

Matanya berkaca-kaca ketika perempuan itu selesai membaca dan merenungi isi puisi itu. Dulu sekali perempuan itu telah pernah berharap pada seorang laki-laki yang dia yakin baik dan hanif, ada kilasan - kilasan di hatinya yang mengatakan bahwa mungkin dialah sosok yang selama ini dicari.. dialah sosok yang tepat untuk mengisi hari harinya kelak dalam bingkai pernikahan.

Berawal dari sebuah pertemanan. Berdiskusi tentang segala hal, terutama masalah agama. Perempuan itu sedang berproses untuk mendalami agama Islam dengan lebih intens. Dan laki-laki itu, dia paham agama, aktif diorganisasi keislaman, dan masih banyak lagi hal - hal positif yang ada dalam diri lelaki itu. Sehingga kedekatan itu membawa semangat perempuan itu untuk terus menggali ilmu agama. dan mempraktekkannya dalam kesehariannya. Kedekatan itu berlanjut menjadi kedekatan yang intens, berbagi cerita, curahan hati, saling meminta saran, saling bertelepon dan bersms, yang akhirnya segala kehadirannya menjadikan suatu kebutuhan. Kesemuanya itu awalnya mengatasnamakan persahabatan.

Suatu hari salah seorang sahabatnya bertanya "Adakah persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan dewasa tanpa melibatkan hati dan perasaan terlebih bila sudah muncul rasa simpati, kagum dan kebutuhan untuk sering berinteraksi?"

Perempuan itu tertegun dan hanya bisa menjawab " entahlah.."

Sampai suatu hari, laki-laki itu pergi dan menghilang... Awalnya masih memberi kabar. Selebihnya hilang begitu saja. Dan perempuan itu masih berharap dan menunggu untuk suatu yang tak pasti. Karena memang tidak pernah ada komitmen yang lebih jauh diantara mereka berdua. Setiap dia mengenal sosok lelaki lainnya... Selalu dibandingkan dengan sosok laki-laki sahabatnya itu dan tentulah sosok laki-laki sahabatnya itu yang selalu lebih unggul dibanding yang lain. Dan perempuan itu tidak pernah lagi membuka hatinya untuk yang lain. Sampai suatu hari,..

Perempuan itu menyadari kesia-siaan yang dibuatnya. Ia berharap ke sesuatu yang tak pasti hanyalah akan membawa luka dihati... Bukankah banyak hal yang bermanfaat yang bisa dia lakukan untuk mengisi hidupnya kini.... Air mata nya jatuh perlahan dalam sujud panjangnya dikegelapan malam... Dia berjanji untuk tidak mengisi hari-harinya dengan kesia-siaan.

"Lalu bagaimana dengan sosok laki-laki itu ??" Perlahan saya bertanya padanya.

"Saya tidak akan menyalahkan siapa-siapa, yang salah hanyalah persepsi dan harapan yang terlalu berlebihan dari kedekatan itu, dan proses interaksi yang terlalu dekat sehingga timbul gejolak dihati.... Biarlah hal itu menjadi proses pembelajaran dan pendewasaan bagi saya untuk lebih hati - hati dalam menata hati dan melabuhkan hati," ujarnya dengan diplomatis. Hingga saya menemukan perempuan itu kini benar-benar menepati janjinya.

Dunia perempuan itu kini adalah dunia penuh cinta dengan warna-warna jingga, tawa-tawa pelangi, pijar bintang dimata anak anak jalanan yang menjadi anak didiknya.... Cinta yang dialiri ketulusan tanpa pamrih dari sahabat-sahabat di komunitasnya yang menjadikan perempuan itu produktif dan bisa menghasilkan karya...cinta yang tidak pernah kenal surut dari kedua orang tua dan keluarganya... Dan yang paling hakiki adalah cinta nya pada Illahi yang selalu mengisi relung-relung hati..tempatnya bermunajat disaat suka dan duka... Indahnya hidup dikelilingi dengan cinta yang pasti.

Adakalanya kita begitu yakin bahwa kehadiran seseorang akan memberi sejuta makna bagi isi jiwa. Sehingga.... saat seseorang itu pun hilang begitu saja... Masih ada setangkup harapan agar dia kembali....Walaupun ada kata-katanya yang menyakitkan hati.... akan selalu ada beribu kata maaf untuknya.... Masih ada beribu penantian walau tak pasti... Masih ada segumpal keyakinan bahwa dialah jodoh yang dicari sehingga menutup pintu hati dan sanubari untuk yang lain. Sementara dia yang jauh disana mungkin sama sekali tak pernah memikirkannya. Haruskah mengorbankan diri demi hal yang sia-sia??

Masih ada sejuta asa.... Masih ada sejuta makna.....Masih ada pijar bintang dan mentari yang akan selalu bercahaya dilubuk jiwa dengan menjadi bermakna dan bermanfaat bagi sesama....

"Lalu... bagaimana dengan cinta yang dulu pernah ada??" tanya saya suatu hari.

Perempuan itu berujar, " Biarkan cinta itu bermuara dengan sendirinya... disaat yang tepat... dengan seseorang yang tepat.... dan pilihan yang tepat......hanya dari Allah Swt. disaat dihalalkannya dua manusia untuk bersatu dalam ikatatan pernikahan yang barokah.."

Semoga saja akan demikian adanya...

Nice Story 1

Siapakah cinta sejati kita? Benarkah pasangan yang kita miliki saat

> ini adalah cinta sejati kita?

>

> Sejenak kisah ini akan membawa kita merenung...

> bahwa semuanya bisa terjadi

> tanpa kita sadari

>

> Bahwa perasaan yang ada sebenarnya untuknya...

>

> Bahkan terkadang kita tidak memahami bahwa dialah orang yang

> sebenarnya kita cintai...

>

> Nice story ...

>

>

> Peter dan Tina

>

> Peter dan Tina sedang duduk bersama di taman kampus tanpa melakukan

> apapun, hanya memandang langit sementara sahabat-sahabat mereka sedang

> asik bercanda ria dengan kekasih mereka masing-masing.

>

> Tina: "Duh bosen banget Aku harap aku juga punya pacar yang bisa

> berbagi waktu denganku."

> Peter: "kayaknya cuma tinggal kita berdua deh yang jomblo.cuma kita

> berdua saja yang tidak punya pasangan sekarang."

>

> (keduanya mengeluh dan berdiam beberapa saat)

>

> Tina: "Kayaknya aku ada ide bagus deh.kita adakan permainan yuk?"

> Peter: "Eh? permainan apaan?"

> Tina: " Eng. .. gampang sih permainannya. Kamu jadi pacarku dan aku

> jadi pacarmu tapi hanya untuk 100 hari saja.gimana menurutmu?"

> Peter: "baiklah... lagian aku juga gada rencana apa-apa untuk beberapa

> bulan ke depan."

>

>

> Tina: "Kok kayaknya kamu gak terlalu niat ya... !!!

> semangat dong!! hari ini

> akan jadi hari pertama kita kencan. Mau jalan-jalan kemana nih?"

> Peter: "Gimana kalo kita nonton saja? Kalo gak salah film The Troy

> lagi maen deh. katanya film itu bagus"

> Tina: "OK dech.... Yuk kita pergi sekarang. tar pulang nonton kita ke

> karaoke ya...ajak aja adik kamu sama pacarnya biar seru."

> Peter : "Boleh juga..."

> (mereka pun pergi nonton, berkaraoke dan Peter mengantarkan Tina

> pulang malam harinya)

>

> Hari ke 2:

> Peter dan Tina menghabiskan waktu untuk ngobrol dan bercanda di kafe,

> suasana kafe yang remang-remang dan alunan musik yang syahdu membawa

> hati mereka pada situasi yang romantis.

> Sebelum pulang Peter membeli sebuah kalung perak berliontin bintang

> untuk Tina.

>

> Hari ke 3:

> Mereka pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencari kado untuk seorang

> sahabat Peter.

> Setelah lelah berkeliling pusat perbelanjaan, mereka memutuskan

> membeli sebuah miniature mobil mini.

> Setelah itu mereka beristirahat duduk di foodcourt, makan satu potong

> kue dan satu gelas jus berdua dan mulai berpegangan tangan untuk

> pertama kalinya.

>

> Hari ke7:

> Bermain bowling dengan teman-teman Peter. Tangan tina terasa sakit

> karena tidak pernah bermain bowling sebelumnya.Peter memijit-mijit

> tangan Tina dengan lembut.

>

> Hari ke 25:

> Peter mengajak Tina makan malam di Ancol Bay . Bulan sudah menampakan

> diri, langit yang cerah menghamparkan ribuan bintang dalam pelukannya.

> Mereka duduk menunggu makanan, sambil menikmati suara desir angin

> berpadu dengan suara gelombang bergulung di pantai.

> Sekali lagi Tina memandang langit, dan melihat bintang jatuh.

> "Dia mengucapkan suatu permintaan dalam hatinya."

>

> Hari ke 41:

> Peter berulang tahun. Tina membuatkan kue ulang tahun untuk Peter.

> Bukan kue buatannya yang pertama, tapi kasih sayang yang mulai timbul

> dalam hatinya membuat kue buatannya itu menjadi yang terbaik.

> Peter terharu menerima kue itu, dan ...." dia mengucapkan suatu

> harapan saat meniup lilin ulang tahunnya. "

>

> Hari ke 67:

> Menghabiskan waktu di Dufan.

> Naik halilintar, makan es krim bersama,dan mengunjungi stand

> permainan.

> Peter menghadiahkan sebuah boneka teddy bear untuk Tina, dan Tina

> membelikan sebuah pulpen untuk Peter.

>

> Hari ke 84:

> Peter mengusulkan agar mereka refreshing ke pantai.

> Pantai Anyer sangat sepi karena bukan waktunya liburan bagi orang

> lain.

> Mereka melepaskan sandal dan berjalan sepanjang pantai sambil

> berpegangan tangan, merasakan lembutnya pasir dan dinginnya air laut

> menghempas kaki mereka.

> Matahari terbenam, dan mereka berpelukan seakan tidak ingin berpisah

> lagi.

>

> Hari ke 99:

> Peter memutuskan agar mereka menjalani hari ini dengan santai dan

> sederhana.

> Mencoba menututupi kerisauan Mereka berkeliling kota dan akhirnya

> duduk di sebuah taman kota . 15:20pm

>

> Tina: "Aku haus. Istirahat dulu yuk sebentar. "

> Peter: "Tunggu disini, aku beli minuman dulu. Aku mau teh botol saja.

> Kamu mau minum apa?"

> Tina: "Aku saja yang beli.kamu kan capek sudah menyetir keliling kota

> hari ini. Sebentar ya"

>

> Peter mengangguk. kakinya memang pegal sekali karena dimana-mana

> Jakarta selalu macet.15:30 pm Peter sudah menunggu selama 10 menit and

> Tina belum kembali juga.

> Tiba-tiba seseorang yang tak dikenal berlari menghampirinya dengan

> wajah panik.

> Peter : " Ada apa pak?"

> Orang asing: " Ada seorang perempuan ditabrak mobil.Kayaknya perempuan

> itu adalah temanmu"

>

> Peter segera berlari bersama dengan orang asing itu.

> Disana, di atas aspal yang panas terjemur terik matahari

> siang,tergeletak tubuh Tina bersimbah darah, masih memegang botol

> minumannya.

> Peter segera melarikan mobilnya membawa Tina ke rumah sakit terdekat.

> Peter duduk diluar ruang gawat darurat selama 8 jam 10 menit.

>

> Seorang dokter keluar dengan wajah penuh penyesalan.

> 23:53 pm

>

> Dokter: "Maaf, tapi kami sudah mencoba melakukan yang terbaik. Dia

> masih bernafas sekarang tapi Yang kuasa akan segera menjemput. Kami

> menemukan surat ini dalam kantung bajunya.

>

> " Dokter memberikan surat yang terkena percikan darah kepada Peter dan

> dia segera masuk ke dalam kamar rawat untuk melihat Tina. Wajahnya

> pucat tetapi terlihat damai.

>

> Peter duduk disamping pembaringan tina dan menggenggam tangan Tina

> dengan erat. Untuk pertama kali dalam hidupnya Peter merasakan torehan

> luka yang sangat dalam di hatinya. Butiran air mata mengalir dari

> kedua belah matanya.Kemudian dia mulai membaca surat yang telah

> ditulis Tina untuknya.

>

> Dear Peter...

> ke 100 hari kita sudah hampir berakhir.

> Aku menikmati hari-hari yang kulalui bersamamu.

> Walaupun kadang-kadang kamu

> jutek dan tidak bisa ditebak, tapi semua hal ini telah membawa

> kebahagiaan dalam hidupku.

> Aku sudah menyadari bahwa kau adalah pria yang berharga dalam hidupku.

> Aku menyesal tidak pernah berusaha untuk mengenalmu lebih dalam lagi

> sebelumnya. Sekarang aku tidak meminta apa-apa, hanya berharap kita

> bisa memperpanjang hari-hari kebersamaan kita. Sama seperti yang

> kuucapkan pada bintang jatuh malam itu di pantai, Aku ingin kau

> menjadi cinta sejati dalam hidupku. Aku ingin menjadi kekasihmu

> selamanya dan berharap kau juga bisa berada disisiku seumur hidupku.

>

> Peter, aku sangat sayang padamu.

>

> Love u,

>

> Tina

>

>

>

> 23:58

> Peter: "Tina, apakah kau tahu harapan apa yang kuucapkan dalam hati

> saat meniup lilin ulang tahunku?

> Aku pun berdoa agar Tuhan mengijinkan kita bersama-sama selamanya.

> Tina, kau tidak bisa meninggalkanku! hari yang kita lalui baru

> berjumlah 99 hari!

> Kamu harus bangun dan kita akan melewati hari keseratus sesuai janji

> kita ... !!!

> Aku juga sayang padamu, Tina.Jangan tinggalkan aku..

> !!! Tina, Aku sayang

> kamu...!"

>

> Jam dinding berdentang

> 12 kali....

> " Hari itu adalah hari ke 100... "

>

> apa yg terjadi selanjutnya? ??

>

> tina menghembuskan nafas terakhirnya ....

>

> PS:

> Katakan perasaanmu pada orang yang kau sayangi sebelum terlambat.

> Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok.

> Kau tidak akan pernah tahu siapa yang akan meninggalkanmu dan tidak

> akan pernah kembali lagi.

>

> True love doesn't have a happy ending, because true love never

> ends....

Nyalakan Cahaya di Dalam Diri

Ketika anda hidup dalam kegelapan itu pertanda anda diminta menyalakan
cahaya di dalam diri anda. Semakin gelap jalan yang anda telusuri
dalam hidup ini semakin terang cahaya yang ada pada diri anda sehingga
orang-orang disekeliling anda yang hidup dalam kegelapan juga
merasakan terangnya cahaya itu.

Bila ada ungkapan "Kenalilah dirimu maka engkau akan mengenal
Penciptamu" itu berarti anda diminta mengenali yang mana diri anda
yang sejati sebab dengan mengenali diri yang sejati, anda juga
mengenali, diri anda yang palsu. Hanya diri anda yang sejatilah yang
akan mengetahui dimana letak sumber cahaya yang akan menerangi jalan
hidup yang penuh kegelapan.

Bagi orang-orang yang lemah, hidup dalam kegelapan adalah beban.
berbeda bagi mereka, orang-orang yang kuat dan pemberani itu pertanda
meningkatnya kualitas hidup yang ada pada dirinya. Sebab dengan
kehidupan yang penuh kegelapan sudah tiba bagi dirinya untuk
menyalakan cahaya agar menerangi jalan hidup umat manusia.

Kini sudah saatnya bagi anda menyalakan cahaya di dalam diri anda.
Tunggu apa lagi? Nyalakan cahaya itu sekarang juga! Cepaat!

Wassalam,
Agussyafii

I LOVE U ALL MY FRIENDS.....

Persahabatan
Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan,

tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan,

tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya.



Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang

seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.
Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti,

diperhatikan-dikecewakan,didengar-diabaikan, dibantu-ditolak,

namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.


Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan,

justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.
Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman,

tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.



Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan,

tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian,

pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain,tetapi justru ia beriinisiatif memberikan dan

mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.



Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya,

karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.



Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati,

namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.



Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan,

namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.



Beberapa hal seringkali menjadi penghancur persahabatan antara lain:
1. Masalah bisnis UUD (Ujung-Ujungnya Duit)
2. Ketidakterbukaan
3. Kehilangan kepercayaan
4. Perubahan perasaan antar lawan jenis
5. Ketidak setiaan.


Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan oleh

sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya.



Renungkan:
Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.
"Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita."

- Anonim -



Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan.

Siapa yang berada di samping anda ??
Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai??
Siapa yang ingin bersama anda pada saat tiada satu pun yang dapat anda berikan ??
Merekalah sahabat-sahabat anda.
Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka.

MANDIKAN AKU BUNDA

Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis.
Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai
akhirnya
.....

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan
kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme
tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya
sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis
maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the
best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan
presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi
Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda,
Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih
menuntaskan pendidikan kedokteran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel'';
sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat
sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya
suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka.
Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf
pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'',
jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak
sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya
sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan,
kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris
tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan
dari satu negara ke negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif
terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? '' Dengan sigap
Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala
sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu
betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian
anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter
mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat
telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah,
cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada
cucu semata wayang itu, tentang kehebatan
ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang
naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.''
Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di
akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia
minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga
itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian
anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk
menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah
kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kata
Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya
mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski
kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali
ngambek.
Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut
kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani
menyapanya ''malaikat kecilku''.
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua
orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh
cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah
mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif
ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. Karuan
saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat
diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif
sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan
keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif
agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya.
Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski
wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda,
mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan.
Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena
Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih
minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif
bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien,
sang baby sitter. ''Bu dokter, Alif demam dan
kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah
terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late.
Allah swt sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat
kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan
kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah,
satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya.
Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang
menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya
sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah
tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda
mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang
sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari
sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami
masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali
Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah
takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun
di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi
juga kan?'' Saya diam saja.
Rasanya Rani memang tak
perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung
seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya
kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut
Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak.
Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya
histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini
saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan
yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan
Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali
saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba. Detik
berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di
atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang
menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

-- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.

-- Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan
kehilangan yang amat sangat.

-- Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan
ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang2 di dekatnya yang
disayanginya.
Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.

-- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan
kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan
mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.

-- Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Semoga yang membacanya bisa mengambil makna yang terkandung dalam
kisah
tsb