Kamis, 10 Juni 2010

Pengorbanan Siti Hajar

oleh : Al Shahida

*catatan penting yang dilupakan dan bahkan hampir tidak diangkat akan ketokohan sosok wanita Siti Hajar, sebagai tokoh berkwalitas tinggi yang penuh dedikasi dan determinasi, tangguh, tegar dan sabar dalam membuktikan kecintaan kepada suami, anak sebagai jalan menuju kecintaan kepada Allah subhana huwa ta'ala. Allahu alam bisawab
*************************************************************************************************************************

Ibadah ritual Sa'i

Kami mendaki bukit Shafa, menengadahkan tangan dan berdoa: " Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebahagian dari syiar Allah. Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. "


Kami menghadap Ka'bah sambil mengucapkan, " Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allah Maha Besar, Allah benar-benar Maha Besar. Segala puji yang banyak hanya untuk Allah. Dan Maha Suci Allah Yang Maha Agung dan dengan memujinya pada waktu pagi dan sore hari....." dan seterusnya.


Pelan sekali kami menuruni bukit, terus mengikuti arus jama'ah menuju bukit Marwah. Setibanya dibukit kami berhenti sejenak untuk berdoa. Perjalanan kami lanjutkan untuk kembali ke bukit shafa. Tak jauh dari bukit shafa nampak lampu hijau dimana jama'ah lelaki disunahkan untuk berlari-lari kecil sambil berdoa pula.


Begitu kami sampai di bukit Shafa kami mengulang untuk menghadap ke Ka'bah lalu berdoa seperti semula, lalu menuruni bukit untuk menuju Marwah, hal ini kami lakukan hingga pada Sa'i yang keempat kalinya.


Pada perjalanan kelima, aku kehilangan dua temanku. Kami kalah cepat. Kami berdua agak kewalahan mengikuti mereka. Jalan kami agak terseok seok. Kaki kami terasa berat dan agak membengkak. Pada saat kami tiba dilampu hijau aku agak kepinggir, mendekat kedinding, aku merogoh tasku untuk mengambil botol air zam-zamku, lalu kureguk'. Wati, yang tinggal satu ini masih setia menemaniku, dengan napas sengal aku katakan: ' Aku...aku haus banget, badanku sakit dan rasanya gak kuat nerusin Sa'i nii...' Watipun berhenti. Sama. Diapun kelelahan. 'Minta minumnya teh dikit aja, saya juga haus ', Seteguk, dua teguk Wati membasahi kerongkongannya. Kami res.


Aku bersandar dinding. Oh ya Allah..kakiku sakit! Aku betul betul menyerah dan perlu istirahat. Aku terduduk dilantai, melepoh untuk menghilangkan lelah, sakit kepalaku mulai memarah dan rasa sakit pada betis dan telapak kaki terasa pula sakitnya, luar biasa.' Begitu lelah dan sakitnya sang kaki, lalu aku berfikir ' Ya Allah sanggupkan aku melanjutkan Sa'i ini, sanggupkah aku meneruskan, aku menyerah, aku lelah ya Allah ?'.


Tiba-tiba aku teringat akan perjuangan bunda Siti Hajar. Tiba-tiba dikepalaku tergambar bagaimana wanita hebat, sosok Siti Hajar ini berlari-lari antara dua bukit Shafa dan Marwah, tanpak atap apalagi kipas angin, bergegas naik turun dipanasnya sang mentari, mencari air untuk anaknya yang ia cintai.


Tak terbayang betapa terik dan kerontangnya suasana pada saat itu. Betapa lengangnya keadaan di antara dua bukit... kecuali jerit tangis sang bayi yang tengah kehausan. Si Ibu dengan segala kesabaran serta ketegaran terus bertekad dan berupaya mencari sang air untuk menunjukan rasa cinta, tanggung jawab dan proteksi anak tercintanya Isma'il.


Tiba-tiba mataku memanas, airmataku menggenang dan dengan pelannya ia meluncur. Aku menangis, aku terharu dengan perjuangan sosok Siti Hajar. Betapa lemahnya aku ini, alangkah landainya iman kami ini. Betapa meruginya kami ini. Apa yang kami keluhkan, dua bukit yang kami daki antara Shafa dan Marwah begitu nyamannya. Terlindungi oleh atap tinggi, lantai yang sejuk diberi pendingin, kipas angin berputar sepanjang antara dua bukit. Lalu nikmat mana lagi yang harus aku ingkari, nikmat apalagi yang kami keluh kesahkan?


Air mataku deras mengguyur pipiku, terus bergumam 'Sedang engkau ya Siti Hajar dedikasi, pengorbananmu sebagai seorang perempuan dan ibu, demi cintamu kepada Ibrahim dan Ismail, engkau begitu tulus menerima keputusan suamimu Nabi Ibrahim untuk ditinggal sendirian dibukit itu bersama anakmu. Sendiri. Dan engkau harus mampu berlaku sebagai seorang ayah pula disaat Ibrahim tak ada disisimu?'. Bagaimana ya ummi, bagaimana engkau mau dan mampu?.


'Semua kesabaran, ketabahan, kepasrahan totalmu, adalah komitmen cintamu kepada suami dan anak sebagai tanda cinta dan taqwamumu kepada Allah semata. Engkau adalah simbol sosok muslimah yang kokoh, tegar dan tangguh', aku merunduk, aku menangis, gejolak emosiku tak terkendalikan.


Bayangan dan ingatanku akan perjuangan serta pengorbanan Siti Hajar akhirnya mampu menghentikan airmataku yang sempat deras menurun, mampu membuyarkan semua keluhan tak berarti bahkan membuatku terhentak untuk bangun dan meneruskan perjalanan Sa'iku yang tinggal dua kali lagi.


' Aku, aku harus bisa seperti Siti Hajar. Harus!' kataku. Kuusap pipiku yang sempat basah lalu aku melirik pada Wati untuk melanjutkan Sa'i. 'Yuu kita lanjut'
sambil berpelukan penuh makna, betapa kita saling membutuhkan disaat kita dalam kondisi lemah iman.


Pada akhirnya dua bukit itu kami taklukan dan ibadah ritual Sa'ipun usai. Kami tutup dengan tahlul, yakni menggunting beberapa helai rambut, sebagai simbol bahwa umrah kami selesai dan lengkaplah sudah. Kami saling berpelukan, bertangisan. Penuh haru. Kalau kuperturutkan..ingin rasanya aku melengking, hingga bunda Siti Hajar mampu mendengar jerit haru & bahagiaku. Atau para malaikat mencatatku. Insya Allah ibadah haji kami diterima Allah. Amien.


* perjalanan haji ini dilakukan tujuh tahun lalu, namun kenanganan ini tidak pernah memudar dari ingatan dan kesan berHaji sebagai ' A life time journey '.



London, 31 Desember 2006


www.alshahida.blogdrive.com

"Yesterday was history, tomorrow is mistery"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar