Kamis, 10 Juni 2010

BAHAGIAKAN PASANGAN

Salah satu kebahagiaan adalah ketika melihat orang yang kita cintai bahagia.
Kebahagiaan jenis ini levelnya lebih tinggi dari kebahagiaan yang bersifat
individual. Boleh jadi, ini masuk dalam kategori kebahagiaan sosial.

Tidak gampang untuk memperoleh kebahagiaan jenis ini. Apalagi bagi mereka
yang bersifat egois. Semua kebahagiaannya diukur dari kebahagiaan diri
sendiri. Orang yang demikian adalah tipikal 'pemburu kebahagiaan'

, yang justru tidak pernah menemukan kebahagiaan...

Berumah tangga adalah sebuah cara untuk memperoleh kebahagiaan, dengan cara
membahagiakan pasangan kita. Partner kita. Istri atau suami. Bisakah itu
terjadi? Bisa, ketika berumah tangga dengan berbekal cinta. Bukan sekadar
berburu cinta. Lho, memang apa bedanya?

Berbekal cinta, berarti kita mencintai pasangan kita. Ingin memberikan
sesuatu kepada pasangan agar ia merasa bahagia. Sedangkan berburu cinta,
berarti kita menginginkan untuk dicintai. Menginginkan sesuatu dari pasangan
kita, sehingga kita merasa bahagia.

Menurut anda, manakah yang lebih baik? Mengejar cinta atau memberikan cinta?
Mengejar kebahagiaan ataukah memberikan kebahagiaan? Mengejar kepuasan
ataukah justru memberikan kepuasan? Mana yang bakal membahagiakan, yang
pertama ataukah yang ke dua?
Ternyata, yang ke dua. Mengejar cinta hanya akan mendorong anda untuk
berburu sesuatu yang semu belaka. Yang tidak pernah anda raih. Karena,
keinginan adalah sesuatu yang tidak pernah ada habisnya. Apalagi
keserakahan.

Hari ini Anda merasa memperoleh cinta dari pasangan Anda, maka berikutnya
anda akan merasa tidak puas. Dan ingin memperoleh yang lebih dari itu. Sudah
memperoleh lagi, berikutnya anda akan ingin lebih lagi.

Ini hampir tak ada bedanya dengan ingin mengejar kesenangan dengan cara
memiliki mobil atau rumah. Ketika kita masih miskin, kita mengira akan
senang memiliki mobil berharga puluhan juta rupiah. Kita berusaha
mengejarnya. Lantas memperolehnya. Dan kita memang senang.

Tapi, tak berapa lama kemudian, kita menginginkan untuk memiliki mobil yang
berharga ratusan juta rupiah. Mobil yang telah kita miliki itu tidak lagi
menyenangkan, atau apalagi membahagiakan.

Benak kita terus menerus terisi oleh bayangan betapa senangnya memiliki
mobil berharga ratusan juta rupiah. Jika kemudian kita bisa memenuhi
keinginan itu, kita pun merasa senang. Tetapi, ternyata itu tidak lama.
Benak kita bakal segera terisi oleh bayangan-bayangan, betapa senangnya
memiliki mobil yang berharga miliaran rupiah. Begitulah seterusnya. Coba
rasakan hal ini dalam kehidupan anda, maka anda akan merasakan dan
membenarkannya.

Kesenangan dan kebahagiaan itu bukan anda peroleh dengan cara mengejarnya,
melainkan dengan cara merasakan apa yang sudah anda miliki. Dan jika anda
mensyukurinya, maka kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya pada
perubahan yang datang berikutnya.

Anda tak perlu mengejar kebahagiaan, karena anda sudah menggenggamnya. Yang
perlu anda lakukan sebenarnya adalah memberikan perhatian kepada apa yang
sudah anda miliki. Bukan melihat dan mengejar sesuatu yang belum anda
punyai. Semakin anda memberikan perhatian kepada apa yang telah anda miliki,
maka semakin terasa nikmatnya memiliki. Jadi, kuncinya bukan mengejar,
melainkan memberi.

Demikian pula dalam berumah tangga. Jika kita ingin memperoleh kebahagiaan,
caranya bukan dengan mengejar kebahagiaan itu. Melainkan dengan memberikan
kebahagiaan kepada pasangan kita. Bukan mengejar cinta, melainkan memberikan
cinta. Bukan mengejar kepuasan, melainkan memberikan kepuasan.

Maka anda bakal memperoleh kebahagiaan itu dari dua arah. Yang pertama, anda
akan memperolehnya dari pasangan anda. Karena merasa dibahagiakan, ia akan
membalas memberikan kebahagiaan.

Yang ke dua, kebahagiaan itu bakal muncul dari dalam diri anda sendiri.
Ketika kita berhasil memberikan kepuasan kepada pasangan kita, maka kita
bakal merasa puas. Ketika berhasil memberikan kesenangan kepada partner
kita, maka kita pun merasa senang. Dan ketika kita berhasil memberikan
kebahagiaan kepada istri atau suami kita, maka kita pun merasa bahagia.

Ini, nikmatnya bukan main. Jumlah dan kualitasnya terserah anda. Ingin lebih
bahagia, maka bahagiakanlah pasangan anda. Ingin lebih senang, maka
senangkanlah pasangan anda lebih banyak lagi. Dan, anda ingin lebih puas?
Maka puaskanlah pasangan anda dengan kepuasan yang lebih banyak. Anda pun
bakal merasa semakin puas. Terserah anda, minta kesenangan, kepuasan, atau
pun kebahagiaan sebesar apa. Karena kuncinya ada di tangan anda sendiri.
Semakin banyak memberi semakin nikmat rasanya.

Anda yang terbiasa egois dan mengukur kebahagiaan dari kesenangan pribadi,
akan perlu waktu untuk menyelami dan merenungkan kalimat-kalimat di atas.

Contoh yang lebih konkret adalah perkawinan dengan cinta yang bertepuk
sebelah tangan. Perkawinan semacam ini sungguh membuat menderita pihak yang
tidak mencintai. Padahal ia dicintai. Segala kebutuhannya dipenuhi oleh
pasangannya. Katakanlah ia pihak wanita.

Segala kebutuhan sang wanita selalu dipenuhi oleh suaminya. Rumah ada. Mobil
tersedia. Pakaian, perhiasan, dan segala kebutuhan semuanya tercukupi.
Tetapi ia tidak pernah merasa bahagia. Kenapa? Karena tidak ada cinta di
hatinya.

Sebaliknya, sang suami merasa bahagia, karena ia mencintai istrinya. Ia
merasa senang dan puas ketika bisa membelikan rumah. Ia juga merasa senang
dan puas ketika bisa membelikan mobil.

Dan ia senang serta puas ketika bisa memenuhi segala kebutuhan istri yang
dicintainya itu. Semakin cinta ia, dan semakin banyak ia memberikan kepada
istrinya, maka semakin bahagialah sang suami. Kalau ia benar-benar cinta
kepada istrinya, maka ukuran kebahagiaannya berada pada kebahagiaan si
istri. Jika istrinya bahagia, ia pun merasa bahagia. Jika istrinya
menderita, maka ia pun merasa menderita.

Akan berbeda halnya, jika si suami tidak mencintai istri. Ia sekadar
menuntut istrinya agar mencintainya. Memberikan kesenangan, kepuasan dan
kebahagiaan kepadanya. Ketika semua itu tidak sesuai dengan keinginannya,
maka ia bakal selalu merasa tidak bahagia. Tidak terpuaskan.

Sebaliknya, jika istri tersebut kemudian bisa mencintai suaminya - karena
kebaikan yang diberikan terus menerus kepadanya - maka si istri itu justru
bakal bisa memperoleh kebahagiaan karenanya.

Pelayanan yang tadinya dilakukan dengan terpaksa terhadap suaminya, kini
berganti dengan rasa ikhlas dan cinta. Tiba-tiba saja dia merasakan
kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada terkira.

Kalau dulu ia memasakkan suami dengan rasa enggan dan terpaksa, misalnya,
kini ia melakukan dengan senang hati dan berbunga-bunga. Kalau dulu ia
merasa tersiksa ketika melayani suami di tempat tidur, kini ia merasakan
cinta yang membara.

Ya, tiba-tiba saja semuanya jadi terasa berbeda. Penuh nikmat dan bahagia.
Padahal seluruh aktivitas yang dia lakukan sama saja. Apakah yang
membedakannya? Rasa cinta!

Ketika 'berbekal cinta', semakin banyak ia memberi, semakin banyak pula rasa
bahagia yang diperolehnya. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa
yang bahagia itu sebenarnya bukanlah orang yang dicintai, melainkan orang
yang mencintai. Orang yang sedang jatuh cinta...

Karena itu keliru kalau kita ingin dicintai. Yang harus kita lakukan adalah
mencintai pasangan. Semakin besar cinta kita kepadanya, semakin bahagia pula
kita karenanya. Dan yang ke dua, semakin banyak kita memberi untuk
kebahagiaan dia, maka semakin bahagialah kita...

Begitulah mestinya rumah tangga kita. Bukan saling menuntut untuk
dibahagiakan, melainkan saling memberi untuk membahagiakan. Karena di
situlah kunci kebahagiaan yang sebenar-benarnya memberikan kebahagiaan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar